Minggu, 28 Februari 2010

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)



Selalu ada risiko kegagalan (risk of failures) pada setiap proses/aktivitas pekerjaan. Dan saat kecelakaan kerja (work accident) terjadi, seberapa pun kecilnya akan mengakibatkan efek kerugian (loss). Karena itu sedapat mungkin dan sedini mungkin, kecelakaan/potensi kecelakaan kerja harus dicegah/dihilangkan, atau setidak-tidaknya dikurangi dampaknya. Penanganan masalah keselamatan kerja di dalam sebuah perusahaan harus dilakukan secara serius oleh seluruh komponen pelaku usaha, tidak bisa secara parsial dan diperlakukan sebagai bahasan-bahasan marginal dalam perusahaan.
Adapun tujuan penanganan K3 adalah agar pekerja dapat nyaman, sehat dan selamat selama bekerja.
Secara umum penyebab kecelakaan di tempat kerja adalah sebagai berikut.
1. Kelelahan (fatigue).
2. Kondisi tempat kerja (enviromental aspects) dan pekerjaan yang tidak aman (unsafe
    working condition).
3. Kurangnya penguasaan pekerja terhadap pekerjaan, ditengarai penyebab awalnya
   (pre-cause) adalah kurangnya training.
4. Karakteristik pekerjaan itu sendiri.
5. Hubungan antara karakteristik pekerjaan dan kecelakaan kerja menjadi focus bahasan yang cukup menarik dan membutuhkan perhatian tersendiri. Kecepatan kerja (paced work), pekerjaan yang dilakukan secara berulang (short-cycle repetitive work), pekerjaan-pekerjaan yang harus diawali dengan ”pemanasan prosedural”, beban kerja (workload), dan lamanya sebuah pekerjaan dilakukan (workhours) adalah beberapa karakteristik pekerjaan yang dimaksud. Penyebab-penyebab di atas bisa terjadi secara tunggal, simultan, maupun dalam sebuah rangkain sebab-akibat (cause consequences chain). Jika kecelakaan terjadi maka akan sangat mempengauhi produktivitas kerja.


1. Manajemen Bahaya
Aktivitas, situasi, kondisi, kejadian, gejala, proses, material, dan segala sesuatu yang ada di tempat kerja/berhubungan dengan pekerjaan yang menjadi/berpotensi menjadi sumber kecelakaan/cedera/penyakit dan kematian disebut dengan bahaya/risiko. Secara garis besar, bahaya/risiko dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu :
1. Bahaya/risiko lingkungan
Termasuk di dalamnya adalah bahaya-bahaya biologi, kimia, ruang kerja, suhu, kualitas udara, kebisingan, panas/termal, cahaya dan pencahayaan.
2. Bahaya/risiko pekerjaan/tugas
Misalnya: pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan secara manual, peralatan dan perlengkapan dalam pekerjaan, getaran, faktor ergonomi, bahan/material, Peraturan Pemerintah RI No.: 74 Tahun 2001, tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan lain-lain.
3. Bahaya/risiko manusia
Kejahatan di tempat kerja, termasuk kekerasan, sifat pekerjaan itu sendiri yang berbahaya, umur pekerja, Personal Protective Equipment, kelelahan dan stress dalam pekerjaan dan pelatihan. Berdasarkan ”derajad keparahannya”, bahaya-bahaya di atas dibagi ke dalam empat kelas, yaitu:
1. Extreme risk
2. High risk
3. Moderate risk
4. Low risk
Dalam manajemen bahaya (hazard management) dikenal lima prinsip pengendalian bahaya yang bisa digunakan secara bertingkat/bersama-sama untuk mengurangi/menghilangkan tingkat bahaya, yaitu :
1. Penggantian/substitution, juga dikenal sebagai engineering control
2. Pemisahan/separation
a. Pemisahan fisik/physical separation
b. Pemisahan waktu/time separation
c. Pemisahan jarak/distance separation
3. Ventilasi/ ventilation
4. Pengendalian administratif/administrative controls
5. Perlengkapan perlindungan personnel/Personnel Protective Equipment (PPE). Ada tiga tahap penting (critical stages) dimana kelima prinsip tersebut sebaiknya diimplementasikan, yaitu:
1. Pada saat pekerjaan dan fasilitas kerja sedang dirancang.
2. Pada saat prosedur operasional sedang dibuat.
3. Pada saat perlengkapan/peralatan kerja dibeli.


2. Pengendalian Bahaya Kebisingan (Noise)
Kebisingan sampai pada tingkat tertentu bisa menimbulkan gangguan pada fungsi pendengaran manusia. Risiko terbesar adalah hilangnya pendengaran (hearing loss) secara permanen. Dan jika risiko ini terjadi (biasanya secara medis sudah tidak dapat diatasi/"diobati"). Sudah barang tentu akan mengurangi efisiensi pekerjaan si penderita secara signifikan. Secara umum dampak kebisingan bisa dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu:
1. Dampak auditorial (Auditory effects)
2. Dampak ini berhubungan langsung dengan fungsi (perangkat keras) pendengaran, seperti hilangnya/berkurangnya fungsi pendengaran, suara dering/ berfrekuensi tinggi dalam telinga.
3. Dampak nonauditorial (Nonauditory effects)
4. Dampak ini bersifat psikologis, seperti gangguan cara berkomunikasi, kebingungan, stres, dan berkurangnya kepekaan terhadap masalah keamanan kerja.
Berikut ini adalah beberapa tingkat kebisingan beberapa sumber suara yang bisa dijadikan sebagai acuan untuk menilai tingkat keamanan kerja :
1. Percakapan biasa (45-60 dB)
2. Bor listrik (88-98 dB)
3. Suara anak ayam (di peternakan) (105 dB)
4. Gergaji mesin (110-115 dB)
5. Musik rock (metal) (115 dB)
6. Sirene ambulans (120 dB)
7. Teriakan awal seseorang yang menjerit kesakitan (140 dB)
8. Pesawat terbang jet (140 dB).

Sedangkan jenis industri, tempat kebisingan bisa menjadi sumber bahaya yang potensial bagi pekerja antara lain :
1. Industri perkayuan (wood working & wood processing)
2. Pekerjaan pemipaan (plumbing)
3. Pertambangan batu bara dan berbagai jenis pertambangan logam.
Catatan :
Lingkungan dengan tingkat kebisingan lebih besar dari 104 dB atau kondisi kerja yang mengakibatkan seorang karyawan harus menghadapi tingkat kebisingan lebih besar dari 85 dB selama lebih dari 8 jam tergolong sebagai high level of noise related risks.


1 komentar: